Powered By Blogger

Sabtu, 21 Juli 2012

Mimpi part 2

ini? Bukankah aku baru tidur sehabis shubuh karena kupaksa menyelesaikan novel yang akan kuikutsertakan dalam lomba sebelas hari lagi? Apa benar sebelas hari lagi? aku seperti bertanya pada diri sendiri. Ini hari apa? tanyaku lagi dalam hati. Jangan- jangan aku sudah tertidur hampir dua puluh empat jam. Parah. Kenapa tak ada yang membangunkanku? Bukankah aku jadi kehilangan satu hari untuk mengedit novelku. Saat itu juga aku beringsut ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok gigi. Lalu sampai matahari cukup tinggi, kuhabiskan waktuku di depan komputer.
Selesai mengedit tujuh chapter, aku menggeliat. Melelahkan juga ternyata menjadi editor novel sendiri. Apalagi jika harus mengedit buku tebal yang dibuat orang lain. Pastinya repot luar biasa. Makanya aku selalu salut dengan para editor yang buku- buku hasil editannya benar-benar bersih tanpa cela. Ya, kalau empat lima kata salah ketik sih anggap saja tak ada.

Aku butuh kopi. Kubuka-buka lemari gantung di dapur. Tak ada. Di kulkas juga tak ada kopi. Yang ada hanya berbungkus- bungkus mie. Akhirnya daripada tak ada yang masuk ke lambungku kuseduh sebungkus mie. Si Maya kucingku masuk dari pintu belakang yang terbuka. Kali ini ia berjalan dengan empat kaki layaknya kucing. Ia pun mengeong manja meminta makan layaknya kucing. Aku jadi tertawa ingat mimpiku tadi. Sambil menunggu air mendidih kuceritakan pada Maya tentang mimpiku itu. Si Maya mendengarkan ceritaku sambil mondar-mandir dan terus mengeong. Mungkin dia lapar. Tapi aku juga lapar. Biar mie ini matang dulu, baru kuberi dia makan, pikirku.
Ketika aku hendak memberinya makan, Maya sudah tak di dapur. Mungkin dia keluar cari makan sendiri, pikirku. Kutaruh semangkuk mie yang masih panas itu di atas piring melamin lalu membawanya ke kamar. Aku berniat menyantapnya sambil mengedit-edit lagi satu dua chapter. Lumayan untuk menghemat waktu dan tenaga.
Dari kamarku aku mendengar suara orang mengetik. Siapa? tanyaku dalam hati. Apa istriku pulang cepat? Tapi apa juga yang dilakukannya dengan komputer di kamar. Jarang sekali rasanya ia berurusan dengan komputer. Kalaupun ada perlu menulis surat, proposal atau apa lah, biasanya ia menyuruhku menulisnya.
Ternyata bukan istriku yang duduk di kursi itu. Tapi Maya. Si Maya kucingku sedang asik mengetik kata demi kata. Ia tak membesar. Ia tetap kecil. Dan ia pun tak bicara. Ia hanya mengeong manja layaknya kucing. Ketika kulihat dinding kamar, kata-kataku menempel di sana, bergerak dan bergerak seperti ulat.
***
JAM sepuluh, aku dibangunkan istriku. Di bilang aku mengigau tak karuan, membuatnya khawatir. Aku pun bangun. Beringsut dari tempat tidur.
“Loh, Mama nggak ke sekolah?” tanyaku.
“Bapak ini gimana sih? Ini kan hari Minggu. Mana ada sekolah yang nggak libur.”
“Minggu?” tanyaku heran.
“Memangnya bapak kira ini hari apa? Sabtu?”
Aku diam sejenak lalu berkata pelan, “Berarti aku tidur lima hari. Yang benar saja?!”
“Ngomong apa sih Bapak ini?” istriku balik keheranan.
“Ma, hari Senin malam itu kan Bapak begadang nyelesaiin novel. Harusnya ini hari Selasa.” Aku mengguncang-guncang bahu istriku. Membuat keningnya mengkerut.
“Apaan sih?” istriku perlahan melepaskan kedua tanganku dari bahunya. “Semalam tuh Bapak sama Resa nonton bola dan baru tidur habis shubuh. Apanya yang nulis novel. Tuh si Resa masih tidur.”
Aku makin gelisah. Jangan-jangan lagi-lagi ini mimpi. Kuhidupkan komputer dan kucek file novelku. Tapi tak ada. Kucari- cari lagi siapa tahu aku menyimpannya di tempat lain. Tak ketemu. Kugunakan fasilitas search. Tak juga ketemu. Aku mulai mumet. Aku mulai gila. Jika memang ini mimpi, aku ingin segera bangun. Tapi bagaimana jika justru ini realita dan aku malah menulis novelku dalam mimpi. Ah, aku kacau. Kepalaku pusing.
“Pak, nggak kenapa-napa?” tanya istriku sambil mengusap- usap punggungku.
“Maya!” ucapku tiba-tiba. “Mana Maya?” “Maya?” istriku lagi-lagi keheranan. “Kucing. Kucing kita si Maya. Mana dia?” “Pak, kita nggak pernah punya kucing.”
Aku diam. Aku bisu. Kini aku tak bisa lagi membedakan mana mimpi mana realita...
END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar